Pengalaman Pribadi Menjadi Relawan Banjir

Menjadi seorang relawan adalah hal yang tidak asing bagiku karena aku pernah beberapa kali menjadi relawan dalam berbagai bencana. Namun, waktu selama seminggu penuh menjadi pengalaman baru bagiku. Saat pertama kali diberitahu bahwa aku akan berangkat ke Demak sebagai salah satu relawan dari divisi SRK yang merupakan bagian dari YKBS, aku merasa kurang nyaman dan penuh pertanyaan :

mengapa harus seminggu ?

Bagaimana kondisi di sana ?

Apakah aku siap untuk menjadi relawan ?

Pertanyaan-pertanyaan ini memenuhi pikiranku, membuatku semakin khawatir.

Pada tanggal 3 Maret 2024, aku berangkat bersama Pak Eko dari Gereja Kristus Raja. Melihat kondisi mobil yang hendak berangkat ke Demak, aku merasa tidak yakin dan sedikit keberatan. Namun, karena ini adalah bagian dari pengalaman, aku mencoba mengosongkan pikiranku dan berkata dalam hati, “Apapun yang terjadi nanti, jalani saja.” Perjalanan selama 12 jam membuatku jenuh dan ingin segera beristirahat, tetapi cuaca panas di Demak membuat istirahat hari pertama tidak maksimal.

Keesokan harinya, aku harus bangun dengan kondisi badan yang belum sepenuhnya istirahat dan melanjutkan dengan observasi lapangan. Aku berusaha mendapatkan informasi yang cukup agar tidak bertanya-tanya sendiri. Kegiatan awal adalah mencocokkan data penyintas di RT 01, RT 04, dan RT 08, dilanjutkan dengan observasi di sekolah dasar. Setelah mendapatkan data yang cukup, kami menindaklanjuti dengan menata logistik dan barang kebutuhan lainnya untuk didistribusikan.

Selama tiga hari pertama, aku tidak bisa tidur nyenyak karena harus beradaptasi dengan cuaca panas dan ruangan yang pengap. Untungnya, dalam kegiatan distribusi kami dibantu oleh relawan dari Yogyakarta serta OMK Gereja St. Mikael, tempat posko kami berada. Bantuan mereka membuat kegiatan distribusi dan pengemasan logistik menjadi lebih ringan. Kehadiran tiga relawan dari Yogyakarta membuat suasana menjadi meriah dan tidak terasa seperti relawan yang tertekan.

Rangkaian kegiatan ini mengubah sudut pandang kekhawatiranku. Aku dapat melihat pengalaman sebagai relawan dari perspektif yang berbeda. Yang selama ini penuh dengan tekanan dan perintah, di sini menjadi lebih bebas dan penuh dengan diskusi serta kesepakatan. Tak terasa, sudah seminggu kami di St. Mikael Demak. Acara pembubaran posko pada Minggu malam penuh dengan kemeriahan dan dinamika, serta duduk bersama saling bersyukur dan mengevaluasi. Keesokan harinya, kami tim SRK dan relawan Yogyakarta kembali ke tempat kerja masing-masing.

Pengalaman ini akan menjadi cerita tersendiri bagiku kelak ketika kembali duduk sambil menyeruput secangkir kopi. Menjadi relawan banjir juga mengajarkan saya tentang kesabaran dan keteguhan hati. Dalam kondisi sulit, kami harus tetap tenang dan fokus dalam memberikan bantuan kepada yang membutuhkan di posko Gereja St. Mikael Demak. Kolaborasi antara relawan dan masyarakat sekitar menumbuhkan rasa kerjasama dan pemahaman dalam tindakan yang dilakukan, sehingga menimbulkan dampak yang lebih besar daripada jika dilakukan oleh relawan saja.

Sebagai seorang Vincensian, saya merasa terpanggil untuk melayani, membantu, dan berkorban. Dalam hal ini, yang bisa saya lakukan hanyalah menggunakan waktu yang diberikan untuk membantu dan hadir sebagai kaum solidaritas. Menjadi relawan membuat saya lebih memahami nilai-nilai kehidupan di luar formalitas seorang individu.

By : Anung Wicaksono

Guru misi di YKBS dari SMAK ST Louis I

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *